Sabtu, 24 November 2012

final softkill psikologi dan teknologi internet



BAB I. Penelitian Psikologi dan Internet
Internet Mengubah Ingatan Manusia
Memori kolektif internet membuat kita ingat lebih sedikit hal.
Komputer dan internet mengubah sifat ingatan manusia, demikian kesimpulan penelitian yang dimuat di majalah Science.
Penelitian psikologi menunjukkan bahwa jika seseorang diajukan pertanyaan-pertanyaan sulit, mereka akan memikirkan komputer.
Ketika mereka mengetahui bahwa berbagai fakta nantinya akan didapat lewat komputer maka ingatan mereka menjadi tidak begitu baik karena mereka mengetahui dapat mengandalkan sumber lain.
Para peneliti mengatakan internet bertindak sebagai “ingatan transaktif”.
Penulis laporan Betsy Sparrow dari Universitas Columbia mengatakan ingatan transaktif “adalah ide adanya sumber ingatan luar - tempat penyimpanan di pihak lain”.
“Ada ahli-ahli hal tertentu dan kita membiarkan mereka bertanggung jawab atas informasi tersebut,” katanya.
Penulis lain laporan Daniel Wegner, yang pertama kali mengusulkan konsep ingatan transaktif dalam bab sebuah buku berjudul Ketergantungan Kognitif pada Hubungan Dekat, menemukan pasangan yang sudah lama hidup bersama saling membantu saat mengingat sesuatu.
“Saya berpikir internet menjadi sebuah bentuk ingatan transaktif dan saya ingin mengujinya,” kata Dr Sparrow.
Bagian pertama pengkajian adalah menguji apakah peserta penelitian “langsung” memikirkan komputer dan internet begitu diajukan pertanyaan sulit. Tim menggunakan tes Stroop yang dimodifikasi.
Tes Stroop standar mengukur berapa lama waktu yang diperlukan partisipan untuk membaca sebuah kata warna sementara kata tersebut berbeda warna, misalnya kata “hijau” ditulis dengan warna biru.
Waktu reaksi meningkat ketika, bukannya kata warna, para partisipan ditanyakan untuk membaca kata-kata tentang topik yang kemungkinan sudah ada dalam pikiran.
Dengan cara ini tim peneliti menunjukkan bahwa, setelah diberikan topik dengan jawaban ya/tidak, waktu reaksi terhadap istilah yang terkait dengan internet sangat lebih lama. Ini adalah sebuah isyarat partisipan tidak mengetahui jawaban, dan mereka sudah mempertimbangkan untuk menjawab dengan menggunakan komputer.
Dalam percobaan lebih mendalam para peserta penelitian diberikan serangkaian fakta. Setengahnya diminta menyimpannya pada sejumlah folder di komputer, setengahnya diberitahu bahwa fakta-fakta tersebut akan dihapus.
Ketika diminta untuk mengingat fakta tadi, kelompok yang mengetahui informasi tidak akan didapat lagi menunjukkan kinerja yang sangat lebih baik dibandingkan kelompok yang menyimpan fakta dalam berkas di komputer.
Tetapi kelompok yang mengharapkan informasi tersebut akan didapat nantinya, sangat bagus ingatannya dalam mengingat folder tempat penyimpanan informasi.
“Ini mengisyaratkan bahwa dalam kaitan dengan berbagai hal yang bisa kita dapatkan di internet, kita cenderung menempatkan ingatan online - kita cenderung menyimpannya di luar,” kata Dr Sparrow.
Dia mengatakan kecenderungan partisipan untuk mengingat lokasi informasi, bukannya informasi itu sendiri, merupakan isyarat orang semakin tidak bisa mengingat sesuatu, mereka hanya mengatur penempatan informasi dalam jumlah besar agar nantinya mudah didapat.
“Saya tidak menganggap Google membuat kita bodoh - kita hanya mengubah cara mengingat… Jika kita bisa mendapatkannya di internet meskipun sedang berjalan-jalan, maka ketrampilan yang diperlukan, yang perlu diingat adalah ke mana harus mendapatkan informasi. Sama seperti dalam kaitannya dengan orang - ketrampilan yang diperlukan adalah mengingat siapa yang perlu ditemui (untuk mengetahui hal tertentu),” katanya.


Publikasi Online
Teknologi informasi dan komunikasi (ICT) kian berkembang pesat dewasa ini. Dalam hitungan detik, segala informasi dan berita dari segala penjuru negeri bisa kita akses dengan mudah, terutama melalui internet, salah satu produk ICT. Bukan sekedar media, teknologi informasi dan komunikasi ini juga mempunyai pengaruh dalam proses demokratisasi, terutama terkait salah satu komponen utama demokrasi, yaitu transparansi. Oleh karena itu, harus ada edukasi mengenai pemanfaatan media online ini, terutama jika media online ini digunakan sebagai sarana publikasi. 
Menyikapi perkembangan ini, tim website P2P-LIPI (www.politik.lipi.go.id) pada tanggal  10 Desember 2009 mengadakan workshop mengenai ”Publikasi Online” dengan menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Romi Satria Wahono dengan makalahnya yang berjudul ”Science 2.0: Paradigma Baru Penyebaran Ilmu Pengetahuan Secara Online” dan Syafuan Rozi Subhan, SIP, MSi dengan makalahnya yang berjudul Cyberclash, Demokrasi dan Resolusi Konflik”.
Dalam paparannya, Romi yang merupakan CEO PT Brainmatics dan pendiri IlmuKomputer.com mengemukakan bahwa perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, khususnya internet, telah membuat dunia semakin datar. Hal ini berdampak pada proses kolaborasi dan publikasi yang menjadi semakin mudah dan cepat dilakukan. Web 1.0 pun kini bergerak menjadi Web 2.0 yang pada intinya memberikan hak lebih kepada pengguna untuk berpartisipasi secara aktif. Contoh layanan web yang menggunakan pendekatan web 2.0 ini adalah situs jejaring sosial yang akhir-akhir ini marak digunakan, seperti Facebook dan Friendster, termasuk juga Blogs (wordpress.com, blogspot.com, multiply.com), dan Wikipedia.
Penerima penghargaan dari PBB tahun 2003 untuk Continental Best Practice Examples (Special Mentions) in the Category e-Learning ini lebih jauh mengungkapkan bahwasanya kini semakin banyak peneliti yang mempublikasikan tulisan ilmiahnya melalui fasilitas Web 2.0. Hal inilah yang disebut Science 2.0. Proses penelitian secara alami akan menuju ke Science 2.0 ini. Di sisi lain, penggunaan Science 2.0 ini bukan berarti tanpa kendala. Science 2.0 membuka peluang terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dari tujuh ragam Hak Kekayaan Intelektual, yang paling erat hubungannya dengan penelitian adalah hak cipta dan paten. Dari sisi fisik, sebagian besar publikasi ilmiah berada dalam ranah ”hak cipta” pada konsepsi HKI. Hak cipta sifatnya melekat ke pencipta meskipun tanpa didaftarkan. Yang paling menentukan dari klaim hak cipta adalah ketuaan dari usia dokumen. Sementara, publikasi online membawa catatan ”age of document” pada setiap dokumennya. Dengan demikian menurut Romi, boleh disimpulkan bahwa publikasi online justru sebenarnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, khususnya jenis hak cipta. Berbagai teknologi dan strategi juga bisa digunakan untuk mencegah dan memberikan punishment bagi pelaku pelanggaran, terutama community punishment.
Berkaitan langsung dengan ruang politik, Syafuan Rozi Subhan, SIP, MSi., mengungkapkan potensi pengembangan demokrasi dan resolusi konflik dengan ditemukannya sistem komunikasi personal seperti handphone dan berbagai peralatan komunikasi digital seperti e-mail, internet, VoIP (Voice over Internet Protocol), sistem komunikasi jarak jauh dengan Skype,  dan tidak menutup kemungkinan mengubah proses politik konvensional dengan cara face to face menjadi politik online. Peneliti bidang politik nasional Pusat Penelitian Politik LIPI ini mengambil kasus cyberclash atau debat sengit antara Malindo (Malaysia-Indonesia) netters atau pengguna mailing-list dan blogs. Gejala ini menyeruak sejak munculnya isu ”I hate Indon”, ”Indonsial”, dan ”Malingsia” antara tahun 2007-2009 di new media virtual website. Persoalan ini terkait dengan berbagai persoalan kehidupan dan soal perasaan kebangsaan Indonesia-Malaysia, seperti klaim warisan budaya dan salah pengertian mengenai pemakaian unsur budaya untuk iklan pariwisata, seperti lagu Rasa Sayange, Batik, Reog, Tari Pendet, Kamus Bahasa Melayu-USU, kondisi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia, dan masih banyak lagi kasus lain yang muncul dalam hubungan antar bangsa serumpun ini.
Untuk itu, menurut Rozi, pengembangan demokrasi yang sehat, rekonsiliasi dan membangun perdamaian dengan cara memperbaiki hubungan, yang secara resmi berada di pundak pemimpin kedua negara, sudah seharusnya kini menyentuh seluruh lapisan pejabat negara, para birokrat, para diplomat, para ilmuwan, para seniman/artis, para pemuda, pelajar dan mahasiswa sampai ke akar rumput, termasuk media massa dan para pengguna internet antar bangsa. Cyberclash atau cyberwar perlu diubah menjadi konflik fungsional yang mengarah kepada keseimbangan baru dan membangun sinergi untuk kemajuan bersama di masa yang akan datang.
Etika Penelitian dan Bantuan Internet
Etika berasal dari bahasan Yunani ethos. Istilah etika bila ditinjau dari aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga etika disebut pula sebagai filsafat moral. Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan masyarakat. Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian.

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).
Etika penelitian memiliki berbagai macam prinsip, namun terdapat empat prinsip utama yang perlu dipahami oleh pembaca, yaitu: menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity), menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality), keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness), dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004). Prinsip pertama, peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari: (1) penjelasan manfaat penelitian; (2) penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan; (3) penjelasan manfaat yang akan didapatkan; (4) persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subyek berkaitan dengan prosedur penelitian; (5) persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja; dan (6) jaminan anonimitas dan kerahasiaan. Namun kadangkala, formulir persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek (Sumathipala & Siribaddana, 2004). Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur penelitian (Syse, 2000).Prinsip kedua, setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.Prinsip ketiga, prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional, berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.Prinsip keempat, peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat dijeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.
Referensi:
Jacob, T. 2004. Etika Penelitian Ilmiah. Warta Penelitian Universitas Gadjah Mada (Edisi Khusus), 60-63.
Loiselle, C.G., Profetto-McGrath, J., Polit, D.F., & Beck, C.T. 2004. Canadian Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Milton, C.L. 1999. Ethical Issues From Nursing Theoretical Perspectives. Nursing Science Quarterly, 12(1): 20-25.
Sastrapratedja, M. 2004. Landasan Moral Etika Penelitian. Warta Penelitian Universitas Gadjah Mada (Edisi Khusus), 50-59.
Sumathipala, A. & Siribaddana, S. 2004. Revisiting “Freely Given Informed Consent” in Relation to the Developing World: Role of an Ombudsman. The American Journal of Bioethics, 4(3): W1–W7.
Syse, A. 2000. Norway: Valid (as oppose to informed) consent. The Lancet 356:1347–1348.




0
  1. I.         Hambatan-hambatan dalam TI
Jika di lihat dari keseluruhan secara umum hambatan dalam pengaksesan dalam internet adalah pengetahuan akses yang masih terbatas, penggunaan internet masih belum menjadi prioritas, jumlah sarana akses terbatas, biaya akses mahal,  kemampuan organisasi informasi rendah, kualitas sarana akses terbatas atau jangkauan akses internet yang masih terbatas.
Disamping dengan banyaknya berbagai informasi yang tersedia di dalam internet, pasti selalu ada masalah – masalah yang  di hadapi oleh masyarakat. Permasalahan terjadi dapat di karenakan dari beberapa hal. Misal, keterbatasan alat dalam mengakses internet (perangkat komputer, modem), kemampuan masyarakat akan bahasa yg di gunakan layanan internet yang menggunakan bahasa Internasional yaitu Bahasa Inggris. Ataupun masalah lokasi daerah yang tidak strategis dalam melakukan pengaksesan informasi yang artinya jangkauan jaringan internet tidak sampai pada daerah tersebut. Bisa juga dikarenakan tidak ada penyedia layanan internet di daerah – daerah tertinggal.
Akibat dari hal itu, maka akan mengakibatkan adanya keterlambatan masyarakat Indonesia dalam menerima informasi baru secara global. Selain di akibatkan dari faktor-faktor tersebut, ada juga di karenakan kebiasaan masyarakat Indonesia yang malas untuk mencari sesuatu terbaru. Dalam arti menunggu jawaban atau berita dari orang lain daripada berusaha sendiri untuk mencari informasi-informasi. Tidak hanya itu, masalah pun sering timbul akibat keterbatasannya sumber daya manusia dalam mengeksploitasi pemahaman dalam dunia internet. Faktanya sumber-sumber atau para admin dari situs-situs di internet yang berasal dari Indonesia, ratingnya masih dberada di bawah dengan masyarakat luar negeri.
Informasi-informasi di dunia internet lebih di dominasi oleh para admin dari luar negeri. Oleh sebab itu, bahasa yang di gunakannya pun berbahasa Internasional. Walaupun saat ini dalam  mengakses informasi sudah banyak menggunakan bahasa Indonesia. Namun, tetap saja lebih banyak informasi yang menggunakan bahasa Internasional/Inggris.  Maka dari itu, keterbatasan informasi dan ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia, menjadi salah satu penyebab rendahnya penggunaan internet dalam negeri. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk berbagi ilmu pengetahuan masih sangat rendah dibanding di luar negeri.
Permasalahan yang timbul dari dunia pendidikan khususnya di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama bahkan ada juga beberapa dari Sekolah Menengah Atas yang dari tenaga pendidik itu sendiri masih belum siap untuk menggunakan teknologi internet dalam proses pengajarannya akibat kurangnya kemampuan guru dalam bidang ini. Seorang guru yang tidak menyarankan kepada muridnya dalam memperkaya wawasan dengan fasilitas internet akibat kekurangmampuannya sendiri. Akhirnya yang terjadi pelajar tidak termotivasi untuk mengembangkan diri jika guru tidak menyarankan pemanfaatan sumber ilmu non formal tersebut.
Kurangnya sumber informasi dalam bahasa Indonesia. Kita sadari bahwa tidak semua orang Indonesia akan belajar bahasa Inggris. Untuk itu sumber informasi dalam bahasa Indonesia harus tersedia. Saat ini belum banyak sumber informasi pendidikan yang tersedia dalam bahasa Indonesia. Konsep berbagi (sharring), misalnya dengan membuat materi-materi pendidikan di Internet. Inisiatif langka seperti ini sudah ada namun masih kurang banyak. Akses Internet masih susah diperoleh. Beberapa daerah di Indonesia masih belum memiliki jalur telepon yang dapat digunakan untuk mengakses Internet.
Kendala lain yaitu, mahalnya biaya untuk menggunakan internet di dalam negeri. Untuk mengakses internet pribadi dengan menggunakan jaringan telepon milik pemerintah seseorang harus mengeluarkan biaya hampir sepuluh ribu rupiah per jam sehingga membatasi pemanfaatan internet tersebut. Solusi ini dapat dipecahkan dengan menggunakan internet pada warung-warung internet dengan biaya yang lebih murah antara dua ribu sampai tiga ribu rupiah per jam. Namun masih akan tetap terbilang mahal untuk seorang pelajar maupun mahasiswa jika harus selalu mengakses dalam frekuensi yang tinggi.
Dampak dari permasalahan-permasalahan yang telah di paparkan tadi, negara Indonesia saat ini masih menjadi negara berkembang. Pada bidang Teknologinya masih jauh di bawah rating dengan negara-negara luar.  Hal ini sangat berkaitan sekali dengan keadaan ekonomi di Indonesia. Karena selain dari faktor-faktor permasalahan di atas, keadaan ekonomi suatu negara sangat berpengaruh pada kemajuan suatu negara. Bagaimanapun juga, perekonomian merupakan bagian terpenting agar suatu negara dapat maju berkembang dan mampu bersaing dengan negara-negara lain.
Masalah-masalah ini seharusnya segera di atasi dengan pemikiran masyarakat Indonesia yang jauh lebih canggih daripada Teknologi secanggih apapun.  Dan harus dimulai dari sekarang untuk memikirkan bagaimana caranya agar tidak ada lagi keterbatasan kita sebagai masyarakat Indonesia dalam mengakses informasi lewat jaringan internet. Sebab, dalam setiap harinya negara-negara yang ada di dunia ini melakukan kompetisi untuk menjadi negara yang paling maju yang menjadi adikuasa sedunia. Penerapan Teknologi Informasi pada era globalisasi informasi saat ini menjadi sangat
penting. Apalagi di negara kita yang sedang berkembang, sangat membutuhkan berbagai
informasi beserta teknologi-nya yang dapat diterapkan untuk kemajuan bangsa dan negara kita.
Sumber :
Hasil Olahan sendiri yang di inspirasikan melalui situs :

ULASAN MENGENAI JURNAL PSIKOLOGI DAN INTERNET

Pada kesempatan kali ini saya akan mengulas sebuah jurnal mengenai hubungan antara dunia Psikologi dengan maraknya Internet dikalangan masyarakat yang sudah menjamur. Dalam jurnal kali ini saya akan memberikan sedikit pendapat saya yang berkenaan dengan judul jurnal tersebut, yaitu “Pengaruh Loneliness Terhadap Internet Addiction Pada Individu Dewasa Awal Pengguna Internet”.
Didalam isi jurnal tersebut banyak dikemukakan masalah-masalah loneliness terhadap internet addiction. Kesimpulan arti dari Loneliness menurut beberapa ahli ialah suatu perasaan yang tidak menyenangkan disebeakan tidak adanya kesesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan hubungan interpersonalnya akibat terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang. Loneliness disebabkan diantaranya adalah karena kurangnya interaksi sosial individu dengan lingkungan masyarakat disekitarnya, juga karena kesendirian yang dialami oleh individu.
Kegiatan yang dilakukan individu loneliness biasanya tak membawa pengaruh besar bagi dirinya dalam melakukan kontak sosial, bahkan bisa membuat individu tersebut semakin sulit dalam membangun suatu hubungan. Faktor yang menyebabkannya antara lain adalah usia, status perkawinan, gender, status sosial ekonomi, dan juga karakteristik latar belakang. Menurut McKenna & Bargh dalam Weiten dan Llyod, internet sebagai salah satu cara untuk mengurangi loneliness karena internet memungkinkan seseorang dapat menjelajahi seluruh individu satu dengan yang lainnya di belahan dunia. Sisi positifnya adalah mengembangkan perasaan mendapat dukungan sosial serta menjalin persahabatan secara online. Namun sisi negatifnya adalah jika individu menghabiskan banyak waktu di internet dimanapun ia berada, maka individu loneliness akan menyediakan waktu lebih sedikit untuk berinteraksi dengan tatap muka didunia nyata serta mengurangi kesempatan untuk lebih jauh mengenal hubunganya dengan dunia nyata.
Memang, menurut saya segala kegiatan apapun pasti memiliki nilai psitif dan negatifnya. Seperti contoh kasus individu yang mengalami loneliness tersebut diatas, ada baiknya bila seorang loneliness mencoba memperbaiki hubungan sosialnya dengan lebih baik lagi misalnya dengan menambah kegiatan aktif yang bisa membangun diri sendiri dalam mengatasi perasaan loneliness seperti mengikuti organisasi diluar pekerjaan, aktif dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, mengunjungi kerabat, dll.
Demikian sedikit ulasan yang dapat saya simpulkan dari jurnal tersebut, kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat.
Jurnal tersebut dapat dilihat pada link ini
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/42094954.pdf
http://anandaaristya.wordpress.com/2011/10/28/jurnal-psikologi-dan-internet-pengaruh-loneliness-terhadap-internet-addiction/
Rangkuman :
Publikasi Online memudahkan kita dalam hal internet, biasanya publikasi internet itu digunakan untuk games, berdagang via online dan lainnya
Etika dalam penelitian sangat diperlukan dikarenakan penelitian memerlukan data yang kongkret dalam pengambilan sample untuk diteliti jadi disarankan dalam meneliti terkadanng kita kurang memerhatikan etika=etika kita. Biasanya didalam penelitian diperlukan bantuan internet mengapa? Karena internet memberikan beberapa referensi untuk membantu kita menemukan fakta, terkadang juga internet sekarang menjadi  pengambilan sample. Jadi etika dan bantuan internet diperlukan dalam penelitian
Dilihat dari segi era globalisasi seperti sekarang ini internet bukan hal yang tabu lagi untuk digunakan, karena internet sekarang malah menjadi bahan yang kurang jika ditinggalkan dalam dunia kerja sekolah dan lainnya. Sekarang internet tidak hanya digunkan untuk yang berkerja dikantor internet seringkali digunkan dalam dunia pendiidikan perdagangan dan sekarang internet menjadi sebuah penelitian psikologi, bagaimana psikologi mental anak yang sudah terbiasa berkutik dengna internet (games online). Dalam hal belajar dari segi mereka bermain dengan teman sebayanya dan lainya. Jadi internet sekarang menajdi hal yang penting tapi dilihat dari manfaatnya internet juga menyimpan banyak keburukan buat anak-anak pencinta games online yang menyalah gunakan permainnya. Sebaiknya internet digunkan sebaik-baiknya dan peran orang tua dalam memantau anaknya mengenai internet juga harus di perketat.
BAB II Manfaat segi positif dan negatif games online
http://ligagame.com/images/picture/apr09/manfaat-games-0.jpgMain game sebenarnya bermanfaat atau tidak? Kita sering mendengar efek efek negatif dari main game, seperti sekolah atau kerjaan terbengkalai, pelajaran tertinggal dan sebagainya. Lalu pertanyaannya muncul, apakah ada manfaat dari main game itu?

Di tengah perdebatan pengaruh buruk yang ditimbulkan dari game, ada juga yang melakukan penelitian tentang manfaat yang didapat oleh gamer dari sebuah video game.

Beberapa peneliti dari University of Rochester di New York, Amerika melakukan riset mengenai pengaruh positif dari bermain game.
Dalam riset tersebut, para gamers usia antara 18 hingga 23 tahun dibagi menjadi dua kelompok.
Yang pertama, adalah gamer yang dilatih dengan game Medal of Honor (Sebuah game FPS yang cukup terkenal). Mereka main game ini satu jam tiap hari selama sepuluh hari berturut-turut.
http://ligagame.com/images/picture/apr09/manfaat-games-1.jpg

Hasil penelitian menyebutkan bahwa para pemain game ini memiliki fokus yang lebih terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya, jika dibandingkan dengan mereka-mereka yang jarang main game, apalagi yang tidak main sama sekali.
Gamer-gamer ini juga mampu menguasai beberapa hal dalam waktu yang sama atau multitasking bahasa kerennya.

“Video game bergenre action itu menguntungkan, dan ini adalah fakta” kata Daphne Bavelier, ahli syaraf dari Rochester.
“Hasil penelitian kami ini juga sangat mengejutkan karena proses belajar lewat main game ternyata cepat diserap seseorang. Dengan kata lain, game dapat membantu melatih orang orang yang memiliki problem dalam berkonsentrasi" tegas Bavelier.

Sementara itu, penelitian untuk kelompok kedua adalah kelompok gamer yang dilatih dengan Tetris. Tak seperti gamer medal of honor, gamer Tetris hanya berfokus pada satu hal pada satu waktu.
Menurut C. Shawn, rekan Bavelier, kesimpulan dari test ini adalah bahwa mereka yang main Medal of Honor mengalami peningkatan dalam visual skill (atau penglihatan).
Bermacam-macam tugas/quest yang terdapat dalam game action (misalnya mendeteksi musuh baru, melacak musuh, menghindari serangan, dll) dapat melatih berbagai aspek dari kemampuan visualisasi terhadap kurikulum Sekolah

Menurut Professor Angela McFarlane, Direktur Teachers Evaluating Educational Multimedia, "guru-guru mengalami kesulitan untuk memanfaatkan game pada saat jam pelajaran sekolah karena penggunaan video game tidak termasuk dalam kurikulum nasional"

McFarlane menambahkan bahwa, seandainya, game-game tertentu dapat dimainkan di dalam kelas secara legal dan merupakan bagian dari kurikulum, mungkin bukti dari penelitian para ahli tentang manfaat video game dapat dirasakan.

Murid murid yang memainkan game Battle of Hasting (game perang antara Normandia dan Saxon di Hasting) , di mana mereka berperan sebagai prajurit ataupun jendral dalam game tersebut, juga memberikan manfaat bagi para pemainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa Game ini membantu meningkatkan skill dalam bernegosiasi, mengambil keputusan, ataupun melakukan perencanaan, dan berpikir strategis.
http://ligagame.com/images/picture/apr09/manfaat-games-2.jpg

James Paul Gee, penulis buku "What Video Games Have to Teach Us About Learning and Literacy", berharap suatu saat nanti guru-guru dapat melibatkan game dalam tugas murud-muridnya.
“Kalau ilmuwan dan kalangan militer sudah memanfaatkan game sebagai simulasi dan pengajaran, kenapa sekolah tidak melakukan yang sama?”


Selain itu para peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika , sudah memulai proyek yang mereka namakan “Education Arcade”. Proyek ini selain melibatkan peneliti, desainer game, pelajar dan mahasiswa, serta mereka yang tertarik dalam mengembangkan dan menggunakan game-game komputer dan video game di dalam kelas.


“Walaupun main game menjadi salah satu hiburan paling populer di dunia dan sudah dilakukan penelitian tentang dampak  positif dan negatifnya terhadap gamer, masih saja game sering kali diremehkan.” Itu pernyataan dari Mark Griffiths, profesor di Nottingham Trent University, Inggris.
Untuk menyeimbangkan antara pro dan kontra terhadap game, selama lima belas tahun terakhir ini ia melakukan riset. Hasilnya? “Video game aman untuk sebagian besar gamer dan bermanfaat bagi kesehatan,” ujar Griffiths.

Menurut Griffiths, game dapat digunakan sebagai pengalih perhatian yang ampuh bagi yang sedang menjalani perawatan yang menimbulkan rasa sakit, misalnya chemotherapy.
Dengan main game, rasa sakit dan pening mereka berkurang, tensi darahnya pun menurun, dibandingkan dengan mereka yang hanya istirahat setelah diterapi. Game juga baik untuk fisioterapi pada anak-anak yang mengalami cedera tangan.

{mospagebreak}
http://ligagame.com/images/picture/apr09/manfaat-games-3.jpg

Selain itu, bermain game ternyata bisa mengurangi kepikunan pada saat menjelang berumur.
“Bermain (videogame) bersama cucu sangat baik bagi para lansia. Sebab, kami tahu bahwa interaksi sosial mampu meningkatkan kemampuan daya pikir para manula,” kata peneliti yang juga profesor psikologi dari University of Illinois, Amerika Serikat, Dr Arthur F. Kramer.
Dalam penelitian yang dilansir jurnal Psychology and Aging edisi Desember disebutkan, studi itu melibatkan 40 lansia sehat dengan range usia antara 60-70 tahun. Awalnya, para partisipan mengikuti beberapa variasi tes mental. Riset tersebut menunjukkan manula yang bermain videogame dengan strategi berat bisa meningkatkan skor mereka berdasarkan jumlah ujicoba daya ingat.

Riset mencakup 49 manula yang secara acak ditugasi untuk main videogame, dan kelompok yang tidak ditugasi main game selama lebih dari sebulan. Kelompok main game menghabiskan waktu 23 jam untuk terlibat dalam “Rise of Nations, video game dimana para pemain berkeinginan mencapai dominasi dunia. Menguasai dunia membutuhkan setumpuk tugas berat termasuk strategi militer, membangun kota-kota, mengelola ekonomi dan memberi makan rakyat.game-ron-21

Ketika penelitian berakhir, kemampuan mental mereka kembali diuji. Jika dibandingkan dengan mereka yang tidak memainkan video game, pemain Rise of Nations menunjukkan peningkatan yang lebih besar soal cara kerja otak, ingatan jangka pendek, daya nalar, dan kemampuan berganti tugas.



Jadi manfaat dari bermain game, dapat disimpulkan dalam beberapa point sebagai berikut:
  • Bisa menjadi sarana hiburan yang menyediakan interaksi sosial.
  • Membangun semangat kerja sama atau teamwork ketika dimainkan dengan gamers-gamers lainnya secara multiplayer
  • Bagi manula (lansia) , bisa mengurangi efek kepikunan.
  • Meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri anak saat mereka mampu menguasai permainan.
  • Mengembangkan kemampuan dalam membaca, matematika, dan memecahkan masalah atau tugas
  • Membuat anak-anak merasa nyaman dan familiar dengan teknologi – terutama anak perempuan, yang tidak menggunakan teknologi sesering anak cowok.
  • Melatih koordinasi antara mata dan tangan, serta skill motorik.
  • Mengakrabkan hubungan anak dan orangtua. Dengan main bersama, terjalin komunikasi satu sama lain.
  • Bisa membantu memulihkan kesehatan untuk beberapa kasus penyembuhan.
Dampak Positif dan Negatif Game Online. Arus globalisasi saat ini semakin luas dan berkembang dengan cepat, tak terkecuali di dunia maya / dunia internet, dunia yang luas tak terbatas dengan segala sesuatunya bermunculan di dalam sana. Ada dampak positif ada juga dampak negatif yang terkandung di dalamnya.
Dunia internet saat ini sudah banyak di kenal di kalangan para anak – anak, remaja hingga orang tua sekalipun atau bisa di bilang hampir semua kalangan bisa menggunakan internet. Akses internet bisa digunakan berbagai macam, seperti Browsing untuk mencari sumber informasi, sarana dalam mencari pundi pundi dollar dengan ngeblog, bertukar fikiran di forum forum, saling bersilaturahmi dengan social network seperti facebook, twitter dsb dan jika sudah bosan dengan segala aktivitas online lainnya, bisa memanfaatkan fasilitas game online yang sudah banyak bertebaran di jagat maya ini.
game overKali ini akan menulis mengenai apa sih Dampak Positif dan Negatif Game Online itu ? Ya, mengapa dan ada apa dengan game online ? Game Online merupakan game yang saat ini sudah sangat maju dengan memanfaatkan koneksi internet sebagai jembatan penghubung antar para user (gamer) yang memainkan game online tersebut atau game yang bisa dimainkan hanya saat online (terkoneksi dengan jaringan internet).
Dampak Positif Game Online. Dampak positif dalam bermain game online ini yaitu dampak yang bisa dibilang memberi manfaat / pengaruh baik bagi penggunanya. Dampak positif Game Online bisa seperti berikut:
  1. Hiburan. Dengan memanfaatkan sebuah permainan bisa untuk mencoba mengurangi stress akibat aktivitas yang telah kita lalui / untuk menghilangkan kebosanan mengenai kegiatan yang ‘itu itu’ saja.
  2. Bisa untuk ajang melatih konsentrasi (misal dalam game game action, dibutuhkan konsentrasi saat menembak, sembunyi ataupun lari). Tentunya game yang baik.
  3. Ajang menambah kawan. Dengan bermain game online (game online yang berhubungan dengan user lainnya) bisa menambah teman di dunia maya. Saling tegur sapa dan bisa untuk menjalin tali silaturahmi (misal tukeran link facebook, twitter dll ), walaupun itu lawan di game online, namun nantinya bisa jadi kawan di dunia internet lainnya (misal facebook / jejaring sosial lainnya).
Selain dampak positif game online ada juga dampak negatif dari game online, yaitu dampak yang kurang baik bagi para pengguna game online tersebut. Seperti:
  1. Tidak Kenal Waktu / Lupa Waktu. Kebanyakan dari para gamer yang sudah hobi dalam memainkan game game online yang ada sering kelupaan waktu untuk rutinitas kegiatan lainnya. Misal, waktu makan lupa untuk ngegame online ke warnet, akibatnya perut sakit dsb. . .
  2. Pemborosan. Mengapa kok pemborosan? Ya, kalau untuk para gamer yang sudah bisa mencari penghasilan sendiri sih, ini belum terlalu masalah. Namun jika masih meminta kepada orangtua, misal 1 jam = 5000 rupiah main game online sekitar 2 – 4  jam, 5ooo x 4 jam = 20rbu. Nah, bagaimana kalau sudah tidak ada uang lagi untuk main game online dan orang tua tidak memberi uang ke kalian untuk main game online ? Itu baru sekali main game, misal main game setiap hari selama sebulan sudah habis berapa coba uang yang di keluarkan untuk main game online ? ;). Apa tidak kasihan sama orang tua yang bekerja keras untuk mensekolahkan kita agar menjadi generasi penerus bangsa ?
  3. Lupa Kewajiban. Ini mungkin masih berkaitan dengan no 1. Sepertinya kebanyakan dari pemain game online ini masih kisaran anak – anak sampai remaja (pelajar), (walaupun ada juga sih orang dewasa – orang tua juga yg memainkan game online ini). Kewajiban para pelajar yaitu belajar. Dengan keseringan, dampak buruk nya yaitu waktu belajar semakin berkurang. Selain itu kita juga mempunyai kewajiban terhadap Agama. Dan kewajiban lainnya yang patutnya di laksanakan sebagaimana mestinya.
Bermain Game Online / game game lainnya sih boleh saja, asal tahu waktu, tahu kewajiban, penghematan, dan pastinya tidak mengganggu kegiatan / kewajiban lainnya yang perlu kita laksanakan. Oks, jika ada masukan, saran, komentar ya . . ;)Thanks
Artikel ditulis untuk mengikuti Lomba Blog Big Event AWARI Samarinda.

Keyword berhubungan:


Sabtu, 03 November 2012

computer supported cooperative work (cscw)


computer supported cooperative work (cscw)
istilah computer supported cooperative work (cscw) pertama kali digunakan oleh irene greif dan paul m. cashman pada tahun 1984, pada sebuah workshop yang dihadiri oleh mereka yang tertarik dalam menggunakan teknologi untuk memudahkan pekerjaan mereka. [1]. pada kesempatan yang sama pada tahun 1987, dr. charles findley mempresentasikan konsep collaborative learning-work. menurut [2], cscw mengangkat isu seputar bagaimana aktivitas-aktivitas kolaboratif dan koordinasi didalamnya dapat didukung teknologi komputer. beberapa orang menyamakan cscw dengan groupware, namun yang lain mengatakan bahwa groupware merujuk kepada wujud nyata dari sistem berbasis komputer, sedangkan cscw berfokus pada studi mengenai kakas dan teknik dari groupware itu sendiri, termasuk didalamnya efek yang timbul baik secara psikologi maupun sosial. definisi yang diajukan [3] mempertegas perbedaan di antara dua konsep ini :
cscw adalah sebuah istilah generik, yang menggabungkan pengertian bagaimana orang bekerja dalam sebuah kelompok dengan teknologi pendukung berupa jaringan komputer, perangkat keras, perangkat lunak terkait, layanan, dan teknik.

daftar isi



cscw matrix
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/28/Cscwmatrix.jpg/350px-Cscwmatrix.jpg

matriks cscw
salah satu bentuk umum konseptualisasi sistem cscw adalah dengan mengamati konteks dari penggunaan sistem tersebut. contohnya adalah matriks cscw, yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1988 oleh johansen; dan juga muncul pada [4]. matriks dimaksud membagi konteks sebuah "work" ke dalam dua dimensi yakni waktu dan lokasi. dimensi waktu dibagi menjadi kolaborasi yang dilakukan pada waktu yang bersamaan (sinkron), atau berbeda (asinkron). dimensi lokasi dibagi menjadi kolaborasi yang dilakukan pada tempat yang sama, atau tempat yang terdistribusi.
Daftar makalah cscw yang paling sering digunakan sebagai rujukan :
1.      dourish, p.; bellotti, v. (1992). "awareness and coordination in shared workspaces". proceedings of the 1992 acm conference on computer-supported cooperative work: 107-114,, acm press new york, ny, usa. 
2.      grudin, j. (1988). "why cscw applications fail: problems in the design and evaluation of organization of organizational interfaces". proceedings of the 1988 acm conference on computer-supported cooperative work: 85-93, acm press new york, ny, usa. 
3.      root, r.w. (1988). "design of a multi-media vehicle for social browsing". proceedings of the 1988 acm conference on computer-supported cooperative work: 25-38, acm press new york, ny, usa. 
4.      patterson, j.f.; hill, r.d.; rohall, s.l.; meeks, s.w. (1990). "rendezvous: an architecture for synchronous multi-user applications". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 317-328, acm press new york, ny, usa. 
5.      greenberg, s.; marwood, d. (1994). "real time groupware as a distributed system: concurrency control and its effect on the interface". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 207-217, acm press new york, ny, usa. 
6.      nardi, b.a.; whittaker, s.; bradner, e. (2000). "interaction and outeraction: instant messaging in action". proceedings of the 2000 acm conference on computer supported cooperative work: 79-88, acm press new york, ny, usa. 
7.      hughes, j.a.; randall, d.; shapiro, d. (1992). "faltering from ethnography to design". proceedings of the 1992 acm conference on computer-supported cooperative work: 115-122, acm press new york, ny, usa. 
8.      tang, j.c.; isaacs, e.a.; rua, m. (1994). "supporting distributed groups with a montage of lightweight interactions". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 23-34, acm press new york, ny, usa. 
9.      neuwirth, c.m.; kaufer, d.s.; chandhok, r.; morris, j.h. (1990). "issues in the design of computer support for co-authoring and commenting". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 183-195, acm press new york, ny, usa. 
10.  crowley, t.; milazzo, p.; baker, e.; forsdick, h.; tomlinson, r. (1990). "mmconf: an infrastructure for building shared multimedia applications". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 329-342, acm press new york, ny, usa. 
11.  roseman, m.; greenberg, s. (1992). "groupkit: a groupware toolkit for building real-time conferencing applications". proceedings of the 1992 acm conference on computer-supported cooperative work: 43-50, acm press new york, ny, usa. 
12.  shen, h.h.; dewan, p. (1992). "access control for collaborative environments". proceedings of the 1992 acm conference on computer-supported cooperative work: 51-58, acm press new york, ny, usa. 
13.  gaver, w.w. (1992). the affordances of media spaces for collaboration. acm press new york, ny, usa.
14.  orlikowski, w.j. (1992). learning from notes: organizational issues in groupware implementation. acm press new york, ny, usa.
15.  sun, c.; ellis, c. (1998). "operational transformation in real-time group editors: issues, algorithms, and achievements". proceedings of the 1998 acm conference on computer supported cooperative work: 59-68, acm press new york, ny, usa. 
16.  bly, s.a. (1988). "a use of drawing surfaces in different collaborative settings". proceedings of the 1988 acm conference on computer-supported cooperative work: 250-256, acm press new york, ny, usa. 
17.  leland, m.d.p.; fish, r.s.; kraut, r.e. (1988). "collaborative document production using quilt". proceedings of the 1988 acm conference on computer-supported cooperative work: 206-215, acm press new york, ny, usa. 
18.  conklin, j. (1988). "gibis: a hypertext tool for exploratory policy discussion". acm transactions on information systems (tois) 6 (4): 303–331. doi:10.1145/58566 (2008-06-29 nonaktif). diakses pada 3 agustus 2007.
19.  bentley, r.; hughes, j.a.; randall, d.; rodden, t.; sawyer, p.; shapiro, d.; sommerville, i. (1992). "ethnographically-informed systems design for air traffic control". proceedings of the 1992 acm conference on computer-supported cooperative work: 123-129, acm press new york, ny, usa. 
20.  mantei, m. (1988). "capturing the capture concepts: a case study in the design of computer-supported meeting environments". proceedings of the 1988 acm conference on computer-supported cooperative work: 257-270, acm press new york, ny, usa. 
21.  lantz, k.a. (1986). "an experiment in integrated multimedia conferencing". proceedings of the 1986 acm conference on computer-supported cooperative work: 267-275, acm press new york, ny, usa. 
22.  harrison, s.; dourish, p. (1996). "re-place-ing space: the roles of place and space in collaborative systems". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 67-76, acm press new york, ny, usa. 
23.  roseman, m.; greenberg, s. (1996). "teamrooms: network places for collaboration". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 325-333, acm press new york, ny, usa. 
24.  ishii, h. (1990). "teamworkstation: towards a seamless shared workspace". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 13-26, acm press new york, ny, usa. 
25.  ressel, m.; nitsche-ruhland, d.; gunzenhäuser, r. (1996). "an integrating, transformation-oriented approach to concurrency control and undo in group editors". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 288-297, acm press new york, ny, usa. 
26.  edwards, w.k. (1996). "policies and roles in collaborative applications". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 11-20, acm press new york, ny, usa. 
27.  bellotti, v.; bly, s. (1996). "walking away from the desktop computer: distributed collaboration and mobility in a product design team". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 209-218, acm press new york, ny, usa. 
28.  ackerman, m.s. (1998). "augmenting organizational memory: a field study of answer garden". acm transactions on information systems 16 (3): 203–224. doi:10.1145/290159 (2008-06-29 nonaktif). diakses pada 3 agustus 2007.
29.  abbott, k.r.; sarin, s.k. (1994). "experiences with workflow management: issues for the next generation". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 113-120, acm press new york, ny, usa. 
30.  resnick, p. (1994). grouplens: an open architecture for collaborative filtering of netnews. acm press new york, ny, usa.
31.  prakash, a.; shim, h.s. (1994). "distview: support for building efficient collaborative applications using replicated objects". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 153-164, acm press new york, ny, usa. 
32.  streitz, n.a.; gei{ss}ler, j.; haake, j.m.; hol, j. (1994). "dolphin: integrated meeting support across local and remote desktop environments and liveboards". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 345-358, acm press new york, ny, usa. 
33.  foster, g.; stefik, m. (1986). "cognoter: theory and practice of a colab-orative tool". proceedings of the 1986 acm conference on computer-supported cooperative work: 7-15, acm press new york, ny, usa. 
34.  shen, c.; lesh, n.b.; vernier, f.; forlines, c.; frost, j. (2002). "sharing and building digital group histories". proceedings of the 2002 acm conference on computer supported cooperative work: 324-333, acm press new york, ny, usa. 
35.  sohlenkamp, m.; chwelos, g. (1994). "integrating communication, cooperation, and awareness: the diva virtual office environment". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 331-343, acm press new york, ny, usa. 
36.  olson, j.s.; teasley, s. (1996). "groupware in the wild: lessons learned from a year of virtual collocation". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 419-427, acm press new york, ny, usa. 
37.  reder, s.; schwab, r.g. (1990). "the temporal structure of cooperative activity". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 303-316, acm press new york, ny, usa. 
38.  fish, r.s.; kraut, r.e.; chalfonte, b.l. (1990). "the videowindow system in informal communication". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 1-11, acm press new york, ny, usa. 
39.  haake, j.m. (1992). supporting collaborative writing of hyperdocuments in sepia. acm press new york, ny, usa.
40.  hudson, s.e.; smith, i. (1996). "techniques for addressing fundamental privacy and disruption tradeoffs in awareness support systems". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 248-257, acm press new york, ny, usa. 
41.  mackay, w.e. (1990). "patterns of sharing customizable software". proceedings of the 1990 acm conference on computer-supported cooperative work: 209-221, acm press new york, ny, usa. 
42.  trigg, r.h.; suchman, l.a.; halasz, f.g. (1986). "supporting collaboration in notecards". proceedings of the 1986 acm conference on computer-supported cooperative work: 153-162, acm press new york, ny, usa. 
43.  patterson, j.f.; day, m.; kucan, j. (1996). "notification servers for synchronous groupware". proceedings of the 1996 acm conference on computer supported cooperative work: 122-129, acm press new york, ny, usa. 
44.  myers, b.a.; stiel, h.; gargiulo, r. (1998). "collaboration using multiple pdas connected to a pc". proceedings of the 1998 acm conference on computer supported cooperative work: 285-294, acm press new york, ny, usa. 
45.  ackerman, m.s.; halverson, c. (1998). "considering an organization's memory". proceedings of the 1998 acm conference on computer supported cooperative work: 39-48, acm press new york, ny, usa. 
46.  teasley, s.; covi, l.; krishnan, m.s.; olson, j.s. (2000). "how does radical collocation help a team succeed?". proceedings of the 2000 acm conference on computer supported cooperative work: 339-346, acm press new york, ny, usa. 
47.  kuzuoka, h.; kosuge, t.; tanaka, m. (1994). "gesturecam: a video communication system for sympathetic remote collaboration". proceedings of the 1994 acm conference on computer supported cooperative work: 35-43, acm press new york, ny, usa